
1. Jadilah suami yang shalih
Suami
yang shalih selalu menjadi idaman bagi setiap perempuan yang shalihah. Menjadi
suami yang shalih tidaklah otomatis datang begitu saja, namun ia hadir menjelma
dalam diri seorang pria dengan segala pengetahuan, pengalaman hidup, sifat dan
lingkungannya sehingga ia mampu menjadi seorang suami yang dapat menjadi sosok
wibawa sekaligus tawadlu dalam hidupnya.
Suami
yang shalih adalah suami yang selalu taat beribadah kepada Allah, mengutamakan
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa mengabaikan hak-hak isteri dan semua
anggota keluarganya. Ia menjalankan amalan-amalan sunnah disamping melaksanakan
rukun Islam yang wajib, mencurahkan hidupnya untuk berjuang di jalan Allah,
baik melalui pendidikan agama bagi anak-anak, generasi muda dan masyarakat
secara umum dalam rangka untuk penguatan keimanan dan ketaatan terhadap agama
kepada mereka, maupun dalam hal pemberdayaan masyarakat dalam bidang positif
lainnya yang kesemuanya ia laksanakan sebagai bentuk penghambaan kepada Allah
swt secara ikhlas total tanpa tendensi kepentingan duniawi apapun.
Menjadi
suami yang sibuk dengan kebaikan tanpa mengurangi hak-hak keluarganya memang
sungguh bukan perkara yang mudah, akan tetapi minimal seorang suami mengerti
akan tujuan hidupnya dan pertanggungjawabannya dihadapan Allah, dan
bercita-cita untuk melaksanakannya dengan sungguh-sungguh disertai dengan
panjatan doa penuh harap kepada Allah swt, Sang Khaliq yang menciptakan
segala-galanya dan menentukan nasib hamba-Nya.
2. Mengerti akan kewajibannya
Kewajiban
suami memberikan nafkah lahir dan bathin kepada isteri dan anak-anaknya serta
anggota keluarga lainnya dengan penuh keikhlasan semata-amat karena Allah swt.
Suami
yang shalih akan membimbing isteri dalam hal ketaatan dan ibadah kepada Allah,
karena suami sebagai pemimpian bertanggungjawab bukan hanya persoalan nafkah
duniawi, akan tetapi nasib di akhirat juga merupakan tanggungjawab suami,
sehingga tak segan-segan ia mengajari isteri (dan anak-anak) untuk menjadi
hamba yang taat kepada Allah swt.
Dalam
hal nafkah keluarga, suami yang shalih selalu berusaha memberikan kesenangan
dengan rizki yang halal dan baik (thayyib) menurut kemampuannya, dengan selalu
berusaha untuk mendapatkan yang halal, menghindarkan dari yang subhat apalagi
yang haram. Hal ini sangat urgen karena dengan makanan dan pakaian yang halal
akan menentukan sikap, perilaku, akhlak, keimanan dan ketaqwaan seseorang.
Dengan rizki yang halal seorang akan dengan mudah menerima hidayah dan
menjalankan kebaikan, mudah mendapatkan ilmu dan rahmat dari Allah swt.
Dengan
memahami bahwa rizki yang halal merupakan sarana untuk mencapai ridla Allah,
bukan untuk bermegah-megahan dan kesenangan dunia yang hanya sementara, suami
yang baik tidak akan memberikan pengertian kepada anggota keluarga bahwa dunia
yang mereka diami semata-mata untuk menjadi ladang (tempatnya menanam) amal
kebjikan, yang akan diperoleh hasilnya ketika sudah memasuki alam akhirat kelak.
Jadi,
kewajiban suami terhadap isteri dan akan-anaknya adalah “menyelamatkan” nasib
mereka di kahirat dan “membahagiakan” mereka di dunia, dengan segala kesabaran
untuk dapat meraihnya.
3. Memahami perasaan isterinya
Memahami
perasaan isteri merupakan hal yang harus dilakukan oleh suami, karena dua orang
yang berbeda ini (pria dan wanita) punya karakter dan keunikan yang
berbeda-beda, karena Allah telah menciptakan mereka berdua dengan posisi, hak
dan tanggungjawab masing-masing yang berbeda namun seimbang.
Suami
dalam pergaulan sehari-hari dengan isteri, harus meresapi dan memahami
kebutuhan dasar seorang perempuan yang berbeda dengan laki-laki. Ia tidak
mengukur perasaannya sendiri dengan egonya untuk disamakan dengan isterinya,
karena hal ini berarti pemaksaan kehendak dimana pikiran, perasaan, selera dan
karakter seorang perempuan tidaklah sama dengan laki-laki. Pada umumnya,
seorang perempuan lebih peka dan lembut perasaannya, mudah tersentuh sehingga
ia mudah untuk mengeluarkan air mata. Berbeda dengan laki-laki yang bisa cuek
dan lebih tahan menghadapi apapun yang sedang terjadi, karena memang Allah
membebankan laki-laki sebagai penenang dan penenteram bagi isterinya yang
harus bisa menghibur dan memberikan kenyamanan bagi isterinya. Tidak lantas
menjadi laki-laki yang cengeng dan menuntut ketaatan kepada isterinya, karena
jika suami mampu menjadi sosok idola yang bisa mengayomi isterinya dan mampu
menenteramkan jiwanya, dapat menguatkan perasaannya tatkala ia sedang gundah
dan sedih, secara sadar isteri akan taat dan mengikuti suaminya.
Suami
yang mengerti dan memahami akan perasaan isterinya itulah yang dapat menerangi
hidupnya dalam mahligai rumah tangga, sehingga kebahagiaan dalam keluarga
tersebut akan terpancar dari seluruh anggota keluarganya.
4. Selalu berdoa untuk kebaikan keluarga
Menciptakan
suasana rumah tangga yang harmonis merupakan kewajiban suami dan isteri, namun
terkadang karena perbedaan persepsi diantara keduanya dapat terjadi
perselisihan. Niat baik untuk melaksanakan kebaikan tidak cukup dengan hanya
berpikir tentang kebaikannya saja, akan tetapi niat baik untuk melaksanakan
kebaikan terhadap orang lain, terutama kepada pasangan masing-masing haruslah
dipikirkan caranya dan apa akibatnya. Cara yang bijak harus diperhatikan oleh
suami apabila ingin melakukan tindakan dalam keluarga, betapa perbuatan itu
baik tetapi jika tidak disertai dengan cara yang bijak dapat menimbulkan
masalah. Sebagai contoh seorang suami dengan baik hati membelikan baju yang
harganya cukup mahal terhadap isterinya tanpa berunding dahulu dengan harapan
akan membuat surprise sehingga membahagiakan isterinya. Tetapi perasaan isteri
tidak serta merta sama seperti yang diharapkan suaminya. Secara spontan isteri
mungkin akan cemberut karena tidak suka dengan cara seperti itu karena baju
yang dibelikan ternyata tidak sesuai dengan selera , apalagi ketika ia
menanyakan harganya yang mahal, malah menambah kekecewaannya, karena isteri
berharap jika mau membelikan sesuatu dengan sepengetahuannya. Dengan sikap
spontan yang kurang sedap, maka suami bias saja kecewa atas tindakan isteri
yang tidak mau menghargai usahanya, dan jika masing-masing tidak mempunyai
kendali iman, mereka bias bertengkar berkepanjangan, padahal sumbernya adalah
kebaikan suami, namun ia tidak memahami selera isteri sehingga cara dan
dampaknya tidak disiapkan, termasuk sikap yang harus diantisipasi ada respon
negative dari isterinya, bahkan ia terperosok egonya dengan marah dsb.
Namun
demikian, hal ini tidak terjadi atau minimal tidak menjadi persoalan yang
berkepanjangan jika keduanya saling mengerti dan saling memafkan. Untuk itu
dalam berbagai kesempatan, baik dalam shalat maupun yang lainnya, suami shalih
akan selalu berdoa untuk kebaikan keluarganya agar terhindar dari malapetaka
dan dapat mengatasi persoalan dalam rumah tangganya.
Kekuatan
doa akan sangat berpengaruh terhadap seseorang apabila dilakukan dengan
sungguh-sungguh dan penuh harap serta penuh tawakkal kepada Allah swt. Dengan
doa, menunjukkan bahwa ia memasrahkan segala persoalan hidupnya kepada Allah,
Allah-lah yang menjaga dan membimbing manusia untuk menjadi hamba-Nya yang
shalih, dan harapan terakhir adalah kita beserta keluarga kelak akan masuk
surga-Nya bersama orang-orang shalih. Amien. *** (umar_ab).
Wah suka banget sama tulisannya, moga-moga kedepan bisa jadi begitu :). by the way kalau tmen-tmen mau nyari info ttg islam dengan prespektif lain, bisa nih kunjungin website kami di Islam Santuy
BalasHapus